Pages

Hari sekarang

Aku dan Tunagrahita

Aku dan Tunagrahita

Minggu, 17 November 2013

Pembelajaran bagi Tunagrahita

STRATEGI PEMBELAJARAN
                Strategi pembelajaran secara umum dapat diartikan sebagai metode atau teknik meenyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar tujuan belajar tercapai.
Arief S. Sadiman (1984:28) menjabarkan , “Strategi pembelajaran dalam arti luas dapat mencakup metode , pendekatan , pemilihan sumber, dan media , pengelompokan siswa dan penilaian keberhasilannya”. Sehingga pada pengertian sebelumnya dapat ditambahkan bahwa strategi pembelajaran adalah juga pendekatan umum dan rangkaian tindakan yang akan diambil untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai. Jadi strategi ini merupakan kaidah-kaidah preskriptif untuk merancang peristiwa – peristiwa pembelajaran yang dapat menciptakan pengalaman belajar yang diperlukan untuk mencapai berbagai tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan. Strategi pembelajaran yang menekankan pada partisipaso aktif siswa, misalnya akan lebih mengutamakan penggunaan metode diskusi atau seminar atau kerja kelompok daripada metode ceramah . Jadi strategi pembelajaran itu ternyata juga mengait pada model dan metode pembelajaran.
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN
        Dalam buku Models and Methods of Teaching, L. Brady (1985:11-12) membagi model pembelajaran menjadi 5 jenis :

a1.The Exposition Model ( Model Eksposisi) model pembelajaran yang lebih memusat pada aktivitas guru dan penyampaian materi dengan cara menerangkan materi secara terperinci.
b2.The Behavioural Models (Model Perilaku) model pembelajaran yang didasarkan pada urutan tahapan belajar yang ketat dan menggunakan penguatan (reinforcement) untuk mendapatkan tingkah laku yang dapat diamati. Model ini lebih luas dari model sebelumnya.
c3.The Cognitive Developmental Model ( Model Perkembangan Kognitif ) suatu model yang dalam pelaksanaannya guru memilih tugas – tugas pelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan menjelajahi pemikiran anak dalam hubungannya dengan tugas-tugas itu. Seperti halnya model perilaku, model ini menekankan pada langkah-langkah rencana pembelajaran yang sederhana, tetapi sasarannya adalah alam pemikiran anak yang didasari oleh perilaku dan tingkat perkembangan anak.
d4.The Interaction Model (Model Interaksi) suatu model yang mendekankan terjadinya pembelajaran sebagai suatu hasil interaksi anak dengan orang lain dan anak dengan masyarakat . Jadi tekanannya pada hubungan antar individu.
e5.The Transaction Model (Model Transaksi) suatu model pembelajaran yang berpusat pada murid (pupil centeed) yang mencakup suatu program guru yang lebih mengutamakan interaksi murid sendiri dengan lingkungan (fisik atau benda dan manusia) dan perubahan sebagai suatu hasil dari pengalaman tersebut. Karena model transaksi ini memfokuskan pada interaksi sosial, maka jelas model ini adalah tindakan atau “transaksi murid”.


MENENTUKAN STRATEGI PEMBELAJARAN

     Strategi pembelajaran sebaiknya diperhatikan empat komponen sebagai dikemukakan oleh Romiszowski A.J (1984:16) yakni :
1.       Tujuan pembelajaran
2.       Karakteristik siswa
3.       Sumber dan fasilitas yang tersedia
4.       Karakteristik strategi pembelajaran itu sendiri

Strategi pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran meningkatkan keterampilan motorik dan persepsi akan berbeda dengan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran , memberikan kesempatan kepada siswa, untuk memiliki kemampuan berfikir matematis. Demikian pula murid yang memiliki kemampuan intelektual rendah seperti halnya anak Tunagrahita , strategi pembelajaran yang digunakan akan berbeda dengan murid yang cerdas dan kreatif. Yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik ini tidak hanya akan berpengaruh pada terhadap efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan belajar yang dapat teramati dan terukur, tetapi juga berpengaruh terhadap kepribadian siswa. Jadi strategi pembelajaran yang menekankan pada interaksi kooperatif antar siswa, misalnya akan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap perkembangan kepribadian anak dengan strategi pembelajaran yang kompetitif dan individualistik.

STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA
      Pada prinsipnya tidak jauh berbeda penerapannya dengan pendidikan pada umumnya. Pada hakekatnya strategi pembelajaran tersebut harus memperhatikan karakteristik murid, tujuan belajar, dan ketersediaan sumber.
      Pada anak tunagrahita ringan dan sedang mungkin lebih efektif menggunakan strategi pembelajaran yang menekankan latihan. Yang tidak terlalu banyak menuntut kemampuan berfikir yang kompleks. Meskipun demikian strategi yang menekankan pada latihan yang diulang – ulang itu memang kurang sesuai dan sangat membosankan bagi anak – anak yang memiliki kemampuan intelektual tinggi.
     Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita ringan yang belajar bersama anak normal disekolah umum akan berbeda dengan strategi pembelajaran bagi mereka yang belajar dalam satu kelompok anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa anak tunagrahita (SLB-C).

Ada 3 jenis strategi pembelajaran yang menekankan pada ada tidaknya interaksi antar siswa, yakni :

a1.Strategi Pembelajaran Kooperatif
Penerapan strategi pembelajaran kooperatif paling efektif pada kelompok murid yang memiliki kemampuan heterogen. Dalam pendidikan yang mengintegrasikan anak tunagrahita belajar bersama anak normal, misalnya. Strategi pembelajaran ini akan lebih relevan dengan kebutuhan anak tunagrahita yang kecepatan belajarnya tertinggal dengan anak normal. Strategi pembelajaran ini bertitik tolak dari semangat kerja saja, dimana mereka yang lebih pandai dapat membantu temannya yang masih mengalami kesulitan dalam suasana keakraban dan kekeluargaan. Strategi ini sangat diperlukan dalam pendidikan integratif antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal, karena strategi ini banyak memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan strategi pembelajaran kompetitif maupun individualistik. Keunggulan tersebut meliputi :
1.       Membantu meningkatkan prestasi
2.       Merangsang peningkatan daya ingat
3.       Dapat menumbuhkan prestasi belajar
4.       Meningkatkan sosialisasi antara anak tunagrahita dan anak normal
5.       Menumbuhkan penghargaan dn sikap positif pada anak normal terhadap prestasi belajar anak tunagrahita.
6.       Meningkatkan harga diri anak tunagrahita, dan
7.       Memberi kesempatan pada anak tunagrahita untuk mengembangkan potensinya seoptimal munhgkin.
Penggunaan strategi pembelajaran kooperatif menurut peran guru yang berbeda dari strategi pembelajaran yang lain. Guru harus mampu merumuskan tujuan pembelajaran, baik tujuan untuk untuk meningkatkan kemampuan akademik akademik maupun keterampilan bekerja sama. Kemampuan guru dalam mengatur tempat duduk anak, penempatan anak dalam kelompok , dan besarnya anggota anggota kelompok belajarnya juga ikut menunjang kelancaran pelaksanaan strategi kooperatif. Selain itu efisiensi dan efektivitas penerapan strategi pembelajaran kooperatif dalam pendidikan integrasi anak tunagrahita ringan dengan anak normal akan tercapai.
Johnson, D.W & Johnson, R.T (1984:84)
                “Guru mampu merancang bahan pelajaran dan peran tiap anak yang dapat menunjang saling ketergantungan positif antara anak tunagrahita ringan dan anak normal dalam kelompok belajar. Di samping itu guru juga mampu memberi bantuan kepaada anak tunagrahita ringan dalam menyelesaikan tugas serta mengevaluasi kualitas dan kuantitas belajarnya”.
b2. Strategi Pembelajaran Kompetitif
Pada hakikatnya setiap individu memiliki kebutuhan untuk mencapai prestasi dan mendapat penghargaan. Dengan adanya kebutuhan tersebut, maka tumbuhlah motivasi belajar anak untuk meraihnya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran kompetitif.
                Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dalam menggunakan strategi pembelajaran kompetitif adalah :
1.       Kompetisi diadakan untuk memvariasi kegiatan belajar supaya tidak monoton dan pasif.
2.       Kompetisi harus dilakukan antar individu atau antar kelompok yang berkemampuan seimbang.
Strategi pembelajaran kompetitif sebenarnya terlalu sulit untuk diterapkan dalam pengajaran anak tunagrahita ringan karena adanya keterbatasan dalam kemampuan intelektual, dan mereka dalam belajar memerlukan waktu yang lebih lama daripada anak lain pada umumnya serta memiliki karakteristik yang sangat individual. Dengan kata lain, hambatan hambatan yang ada pada anak tunagrahita ringan menyebabkan tidak dapat diwujudkannya sesuatu kompetisi antar individu atau antar kelompok yang berkemampuan seimbang atau sama.

c3.Strategi Pembelajaran Individual atau Individualisasi Pengajaran

·                    Pengajaran Individual adalah pengajaran yang diberikan kepada murid – murid seorang demi seorang atau secara terpisah.
·                 Individualisasi pengajaran adalah pengajaran yang diberikan oleh guru kepada masing-masing anak, meskipun mereka belajar bersama dan berada bersama-sama di dalam satu kelas atau kelompok. Jadi individualisasi pengajaran ialah suatu proses mengembangkan dan memelihara individualitas, caranya adalah dengan mengatur kelas sedemikian rupa sehingga memberikan pengalaman belajar yang efektif adan efisien kepada setiap anggota kelas.
Komponen yang penting bagi individualisasi pegajaran adalah : pengelompokan murid-murid menjadi beberapa kelompok belajar . Dengan pengelompokan ini murid dapat belajar berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja selaku anggota kelompok serta mengalami keterikatan pada berbagai kelompok lainnya dan tidak hanya menjadi anggota tetap suatu kelompok.
Pendidikan anak tunagrahita pada umumnya memerlukan sistem pengajaran individual di smaping pengajaran klasikal. Yang penting bukan individual atau klasikalnya, melainkan individualisasi pengajaran, artinya dalam pelaksanaannya boleh individual , kelompok dan boleh klasikal.
Individualisasi pengajaran nampak dari hal hal sebagai berikut :
1.       Kegiatan kegiatan yang beranekaragam dan beranekawarna alat yang menciptakan lingkungan belajar.
2.       Sesuainya aktivitas – aktivitas yang dilakukan dengan keadaan anak.
3.       Ikut tidaknya anak didik menetapkan apa yang dipelajarinya.
4.       Interaksi guru dan murid berdasarkan proses belajar.
Barang – barang yang disimpa

Ruangan belajar juga perlu sekali dirancang dengan nsebaik-baiknya. Setiap bagian ruang hendaknya membuka kemungkinan bagi anak untuk mendapatkan pengalaman dan memberikan kesempatan melakukan penemuan. Dalam menilai baik tidaknya pengaturan lingkungan untuk individualisasi pengajaran, hal – hal yang patut mendapat perhatian adalah :
1.       Adakah keseimbangan antara bagian-bagian yang harus sunyi dan gaduh dengan pekerjaannya?
2.       Tersediakah tempat untuk melakukan independent study (belajar mandiri) dan untuk group interuction (interaksi kelompok)?
3.       Adakah tanda-tanda dan petunjuk-petunjuk lain tentang penggunaan tiap bagian ?
4.       Apakah tempat-tempat teratur sedemikian rupa sehingga anak mudah menjangkau atau mengambil yang diperlukan ?
5.       Adakah pengaturan tentang bagaimana mendapat bantuan dari orang yang dibutuhkan dan bantual material ?
Salah satu cara untuk melakukan individualisasi pengajaran ialah mengadakan pusat belajar (learning center). Dengan adanya learning center, anak terlepas dari situasi belajar mengajar atas pilihan sendiri. Karena itu ruangan perlu dibagi menjadi beberapa learning center guna memungkinkan anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan belajar mengajar.

PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL (PPI ATAU IEP) :
a     Pengertian
Program Pendidikan Individual (PPI) merupakan terjemahan dari Individualized Education Program (IEP), yakni suatu program pendidikan yang disusun untuk setiap anak luar biasa. Dapat berupa rencana jangka panjang maupun pendek. Cangkupan PPI jauh lebih luas dibandingkan Program Individualisasi Pengajaran , karena PPI tidak hanya mencakup kurikulum bagi siswa ,tetapi juga penempatan, lembaga-lembaga terkait dalam pendidikan murid tersebut, serta aspek lain yang terkait.

                         Menurut Hallahan dan Daniel P. (1991: 25-26) menjelaskan bahwa :
                                   “PPI ini disiapkan untuk setiap murid luar biasa.Programnya harus merumuskan tingkat kemampuan murid saat ini, tujuan jangka panjang dan jangka pendek, pelayanan yang diberikan dan rencana untuk memulai dan mengevaluasi pelayanan tersebut. Disamping itu PPI menguraikan apa yang direncanakan guru untuk memenuhi kebutuhan murid yang berkelainan dan perencanaan itu harus disetujui oleh orang tua atau wali murid”
Idealnya semua murid khususnya yang berkelainan fisik dan/ mental dilayani dengan PPI karena pada dasarnya setiap murid luar biasa mempunyai kebutuhan pendidikan yang berbeda. Namun pada kenyataannya PPI terutama diperuntukkan bagi  murid berkelainan pada tingkat ringan sedang dan parah.
                Hallahan ( 1991:30) menjelaskan dengan lebih terinci bahwa PPI merupakan :
                                                “Perjanjian antara orang tua dan sekolah yang berisi pelayanan yang diberikan kepada murid dengan memperlihatkan ketentuan-ketentuan berikut ini, yakni :
1.                  Tingkat kemampuan akademik murid pada saat sekarang
2.                  Tujuan tahunan untuk tiap murid
3.                  Kaitan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang
4.                  Hubungan antara pendidikan khusus dan pelayanan yang diberikan serta memberikan kesempatan kepada tiap anak yang berhasil untuk ikut serta dalam program pendidikan umum
5.                  Rencana untuk memulai pelayanan dan mengantisipasi lamanya pelayanan , dan
6.                  Prosedur evaluasi untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan program”.
KEGUNAAN PPI , adalah untukmenjamin bahwa tiap murid luar biasa di SLB maupun di sekolah umum memiliki suatu program yang diindividualisasikan untuk mempertemukan kebutuhan – kebutuhan khas yang dimiliki murid dan mengkomunikasikan prohram tersebut kepada orang  orang yang berkepentingan dalam bentuk suatu program yang sistematis. Program ini juga dapat membantu para guru untuk mengadopsikan program umum dan atau program khusus bagi anak luar biasa yang bertolak atas kekuatan, kelemahan, dan minat anak.
b.      Asumsi Dasar Pengelolaan PPI atau IEP
Snell (1986:11) mengemukakan bahwa pengembangan PPI untuk anak tunagrahita sedang dan ringan dilandasi oleh asumsi dasar berikut :
1.       Proses balajar anak tunagrahita yang berlangsung lamban sehingga memerlukan waktu yang lama dalam belajar.
2.       Sekolah bertanggung jawab untuk mengajarkan keterampilan fungsional yang diperlukan untuk memaksimalkan kemandirian anak.
3.       Guna menghasilkan dampak pengajaran yang maksimal pada diri anak, perlu selalu berinteraksi dengan orang tua anak.
4.       Prinsip modifikasi perilaku dapat diterapkan secara umum bagi anak tunagrahita berat.
5.       Acuan normal dan alat alat penilaian yang baku sangat sedikit kesulitannya untuk anak tunagrahita berat.
6.       Validasi tujuan, prosedur, dan dampak pengajaran bagi anak tunagrahita perlu dilakukan melalui medium social.
c.       Pengembangan PPI atau IEP
Proses pengembangan PPI cukup kompleks, di Amerika orang tua siswa dilibatkan sejak awal dalam pengembangan PPI, kemudian pertemuan anggota komite.
                Cakupan PPI sangat luas dan kurikulum hanya merupakan satu porsi dari PPI, karena kurikulum menjaddi fokus utama pembaharuan ini.
Pengembangan PPI mempersyaratkan :
1.       Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam berbagai bidang
2.       Menetapkan tujuan tahapan dan tujuan khusus yang akan dicapai siswa.
3.       Menentukan cara untuk mengukur kemajuan yang dibuat siswa
4.       Menentukan ranah kurikulum yang akan menjadi tekanan
5.       Menetapkan strategi untuk mengajarkan ketrampilan sesuai dengan ranah kurikulum yang ditekankan.

d.      Format PPI
Dengan berpegang pada hakikat dan rambu rambu pengembangan PPI, para guru diharapkan dapat mengembangkan satu model program pengajaran PPI yang praktis.
Langkah pertama yang perlu ditempuh adalah mengembangkan yang kira-kira sesuai, kemudian baru mengembangkan komponennya. Namun sekali lagi perlu diingat bahwa format bukanlah suatu hal yang mengikat, tetapi satu kerangka acuan yang memudahkan guru menuangkan gagasan.

Sebagai acuan perlu diingat bahwa sebuah PPI antara lain mengaandung komponen identitas siswa, tingkat kemampuan nya saat ini, tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek, ranah kurikulum yang menjadi penekanan utama, strategi pembelajarannya serta alat untuk mengukur kemampuan yang dibuat. Komponen komponen lainnya dapat ditambahkan sesuai dengan program yang dibuat.


Prof.Drs.H.Moh.Amin,Dipl.H.P(1995).Ortopedagogik Anak Tunagrahita.Bandung

7 komentar:

Unknown mengatakan...

terimakasih.. blog yang menarik dan bermanfaat

Unknown mengatakan...

secara singkat, bagaimana seharusnya pembelajaran yang baik dan simple bagi mereka kakak ? soalnya kita sendiri tahu, bahwa IQ mereka saja rendah . ditunggu jwbnnya :D

Ari Sandra Prasetyana mengatakan...

lutfiyana aji : terima kasih atas kunjungan dan komentar anda :)

Ari Sandra Prasetyana mengatakan...

winda eka : disesuaikan pada peminatan anak lalu dikembangan agar hal yang diminati itu dapat terasah dan menjadi kebangaan anak tsb sehingga timbul motivasi internal untuk setidaknya mau belajar :)

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Terima kasih postingannya kak, sangat bermanfaat untuk referensi tugas saya. :)

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar