STRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi
pembelajaran secara umum dapat diartikan sebagai metode atau teknik
meenyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar tujuan belajar tercapai.
Arief S. Sadiman (1984:28)
menjabarkan , “Strategi pembelajaran dalam arti luas dapat mencakup metode ,
pendekatan , pemilihan sumber, dan media , pengelompokan siswa dan penilaian
keberhasilannya”. Sehingga pada pengertian sebelumnya dapat ditambahkan bahwa
strategi pembelajaran adalah juga pendekatan umum dan rangkaian tindakan yang
akan diambil untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai. Jadi strategi ini
merupakan kaidah-kaidah preskriptif untuk merancang peristiwa – peristiwa
pembelajaran yang dapat menciptakan pengalaman belajar yang diperlukan untuk
mencapai berbagai tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan. Strategi
pembelajaran yang menekankan pada partisipaso aktif siswa, misalnya akan lebih
mengutamakan penggunaan metode diskusi atau seminar atau kerja kelompok
daripada metode ceramah . Jadi strategi pembelajaran itu ternyata juga mengait
pada model dan metode pembelajaran.
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN
Dalam
buku Models and Methods of Teaching, L. Brady (1985:11-12) membagi model
pembelajaran menjadi 5 jenis :
a1.The
Exposition Model ( Model Eksposisi) model pembelajaran yang lebih memusat pada
aktivitas guru dan penyampaian materi dengan cara menerangkan materi secara
terperinci.
b2.The
Behavioural Models (Model Perilaku) model pembelajaran yang didasarkan pada
urutan tahapan belajar yang ketat dan menggunakan penguatan (reinforcement)
untuk mendapatkan tingkah laku yang dapat diamati. Model ini lebih luas dari
model sebelumnya.
c3.The
Cognitive Developmental Model ( Model Perkembangan Kognitif ) suatu model yang
dalam pelaksanaannya guru memilih tugas – tugas pelajaran yang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak dan menjelajahi pemikiran anak dalam hubungannya
dengan tugas-tugas itu. Seperti halnya model perilaku, model ini menekankan
pada langkah-langkah rencana pembelajaran yang sederhana, tetapi sasarannya
adalah alam pemikiran anak yang didasari oleh perilaku dan tingkat perkembangan
anak.
d4.The
Interaction Model (Model Interaksi) suatu model yang mendekankan terjadinya
pembelajaran sebagai suatu hasil interaksi anak dengan orang lain dan anak
dengan masyarakat . Jadi tekanannya pada hubungan antar individu.
e5.The
Transaction Model (Model Transaksi) suatu model pembelajaran yang berpusat pada
murid (pupil centeed) yang mencakup suatu program guru yang lebih mengutamakan
interaksi murid sendiri dengan lingkungan (fisik atau benda dan manusia) dan
perubahan sebagai suatu hasil dari pengalaman tersebut. Karena model transaksi
ini memfokuskan pada interaksi sosial, maka jelas model ini adalah tindakan
atau “transaksi murid”.
MENENTUKAN STRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi
pembelajaran sebaiknya diperhatikan empat komponen sebagai dikemukakan oleh
Romiszowski A.J (1984:16) yakni :
1. Tujuan
pembelajaran
2. Karakteristik
siswa
3. Sumber
dan fasilitas yang tersedia
4. Karakteristik
strategi pembelajaran itu sendiri
Strategi pembelajaran yang
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran meningkatkan keterampilan motorik
dan persepsi akan berbeda dengan strategi pembelajaran yang digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran , memberikan kesempatan kepada siswa, untuk
memiliki kemampuan berfikir matematis. Demikian
pula murid yang memiliki kemampuan intelektual rendah seperti halnya anak
Tunagrahita , strategi pembelajaran yang digunakan akan berbeda dengan murid
yang cerdas dan kreatif. Yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik ini
tidak hanya akan berpengaruh pada terhadap efektivitas dan efisiensi pencapaian
tujuan belajar yang dapat teramati dan terukur, tetapi juga berpengaruh
terhadap kepribadian siswa. Jadi strategi pembelajaran yang menekankan pada
interaksi kooperatif antar siswa, misalnya akan memiliki pengaruh yang berbeda
terhadap perkembangan kepribadian anak dengan strategi pembelajaran yang
kompetitif dan individualistik.
STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM
PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA
Pada
prinsipnya tidak jauh berbeda penerapannya dengan pendidikan pada umumnya. Pada
hakekatnya strategi pembelajaran tersebut harus memperhatikan karakteristik
murid, tujuan belajar, dan ketersediaan sumber.
Pada
anak tunagrahita ringan dan sedang mungkin lebih efektif menggunakan strategi
pembelajaran yang menekankan latihan. Yang tidak terlalu banyak menuntut
kemampuan berfikir yang kompleks. Meskipun demikian strategi yang menekankan
pada latihan yang diulang – ulang itu memang kurang sesuai dan sangat
membosankan bagi anak – anak yang memiliki kemampuan intelektual tinggi.
Strategi
pembelajaran bagi anak tunagrahita ringan yang belajar bersama anak normal
disekolah umum akan berbeda dengan strategi pembelajaran bagi mereka yang
belajar dalam satu kelompok anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa anak
tunagrahita (SLB-C).
Ada 3 jenis strategi pembelajaran
yang menekankan pada ada tidaknya interaksi antar siswa, yakni :
a1.Strategi
Pembelajaran Kooperatif
Penerapan strategi pembelajaran kooperatif paling
efektif pada kelompok murid yang memiliki kemampuan heterogen. Dalam pendidikan
yang mengintegrasikan anak tunagrahita belajar bersama anak normal, misalnya.
Strategi pembelajaran ini akan lebih relevan dengan kebutuhan anak tunagrahita
yang kecepatan belajarnya tertinggal dengan anak normal. Strategi pembelajaran
ini bertitik tolak dari semangat kerja saja, dimana mereka yang lebih pandai
dapat membantu temannya yang masih mengalami kesulitan dalam suasana keakraban
dan kekeluargaan. Strategi ini sangat diperlukan dalam pendidikan integratif
antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal, karena strategi ini banyak
memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan strategi pembelajaran kompetitif
maupun individualistik. Keunggulan tersebut meliputi :
1.
Membantu meningkatkan prestasi
2.
Merangsang peningkatan daya ingat
3.
Dapat menumbuhkan prestasi belajar
4.
Meningkatkan sosialisasi antara anak tunagrahita
dan anak normal
5.
Menumbuhkan penghargaan dn sikap positif pada
anak normal terhadap prestasi belajar anak tunagrahita.
6.
Meningkatkan harga diri anak tunagrahita, dan
7.
Memberi kesempatan pada anak tunagrahita untuk mengembangkan
potensinya seoptimal munhgkin.
Penggunaan
strategi pembelajaran kooperatif menurut peran guru yang berbeda dari strategi
pembelajaran yang lain. Guru harus mampu merumuskan tujuan pembelajaran, baik
tujuan untuk untuk meningkatkan kemampuan akademik akademik maupun keterampilan
bekerja sama. Kemampuan guru dalam mengatur tempat duduk anak, penempatan anak
dalam kelompok , dan besarnya anggota anggota kelompok belajarnya juga ikut
menunjang kelancaran pelaksanaan strategi kooperatif. Selain itu efisiensi dan
efektivitas penerapan strategi pembelajaran kooperatif dalam pendidikan
integrasi anak tunagrahita ringan dengan anak normal akan tercapai.
Johnson, D.W
& Johnson, R.T (1984:84)
“Guru mampu merancang bahan pelajaran dan peran tiap anak yang dapat
menunjang saling ketergantungan positif antara anak tunagrahita ringan dan anak
normal dalam kelompok belajar. Di samping itu guru juga mampu memberi bantuan
kepaada anak tunagrahita ringan dalam menyelesaikan tugas serta mengevaluasi
kualitas dan kuantitas belajarnya”.
b2. Strategi
Pembelajaran Kompetitif
Pada hakikatnya setiap individu memiliki kebutuhan
untuk mencapai prestasi dan mendapat penghargaan. Dengan adanya kebutuhan
tersebut, maka tumbuhlah motivasi belajar anak untuk meraihnya. Salah satu
upaya yang bisa dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan strategi
pembelajaran kompetitif.
Prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan oleh guru dalam menggunakan strategi pembelajaran
kompetitif adalah :
1.
Kompetisi diadakan untuk memvariasi kegiatan belajar
supaya tidak monoton dan pasif.
2.
Kompetisi harus dilakukan antar individu atau
antar kelompok yang berkemampuan seimbang.
Strategi
pembelajaran kompetitif sebenarnya terlalu sulit untuk diterapkan dalam
pengajaran anak tunagrahita ringan karena adanya keterbatasan dalam kemampuan
intelektual, dan mereka dalam belajar memerlukan waktu yang lebih lama daripada
anak lain pada umumnya serta memiliki karakteristik yang sangat individual.
Dengan kata lain, hambatan hambatan yang ada pada anak tunagrahita ringan
menyebabkan tidak dapat diwujudkannya sesuatu kompetisi antar individu atau
antar kelompok yang berkemampuan seimbang atau sama.
c3.Strategi
Pembelajaran Individual atau Individualisasi Pengajaran
·
Pengajaran Individual adalah pengajaran yang
diberikan kepada murid – murid seorang demi seorang atau secara terpisah.
· Individualisasi pengajaran adalah pengajaran
yang diberikan oleh guru kepada masing-masing anak, meskipun mereka belajar
bersama dan berada bersama-sama di dalam satu kelas atau kelompok. Jadi
individualisasi pengajaran ialah suatu proses mengembangkan dan memelihara
individualitas, caranya adalah dengan mengatur kelas sedemikian rupa sehingga
memberikan pengalaman belajar yang efektif adan efisien kepada setiap anggota
kelas.
Komponen yang
penting bagi individualisasi pegajaran adalah : pengelompokan murid-murid
menjadi beberapa kelompok belajar . Dengan pengelompokan ini murid dapat
belajar berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja selaku anggota kelompok serta
mengalami keterikatan pada berbagai kelompok lainnya dan tidak hanya menjadi
anggota tetap suatu kelompok.
Pendidikan anak
tunagrahita pada umumnya memerlukan sistem pengajaran individual di smaping
pengajaran klasikal. Yang penting bukan individual atau klasikalnya, melainkan
individualisasi pengajaran, artinya dalam pelaksanaannya boleh individual ,
kelompok dan boleh klasikal.
Individualisasi
pengajaran nampak dari hal hal sebagai berikut :
1.
Kegiatan kegiatan yang beranekaragam dan
beranekawarna alat yang menciptakan lingkungan belajar.
2.
Sesuainya aktivitas – aktivitas yang dilakukan
dengan keadaan anak.
3.
Ikut tidaknya anak didik menetapkan apa yang
dipelajarinya.
4.
Interaksi guru dan murid berdasarkan proses
belajar.
Barang – barang yang disimpa
Ruangan belajar juga perlu sekali dirancang dengan
nsebaik-baiknya. Setiap bagian ruang hendaknya membuka kemungkinan bagi anak
untuk mendapatkan pengalaman dan memberikan kesempatan melakukan penemuan.
Dalam menilai baik tidaknya pengaturan lingkungan untuk individualisasi
pengajaran, hal – hal yang patut mendapat perhatian adalah :
1.
Adakah keseimbangan antara bagian-bagian yang
harus sunyi dan gaduh dengan pekerjaannya?
2.
Tersediakah tempat untuk melakukan independent
study (belajar mandiri) dan untuk group interuction (interaksi kelompok)?
3.
Adakah tanda-tanda dan petunjuk-petunjuk lain
tentang penggunaan tiap bagian ?
4.
Apakah tempat-tempat teratur sedemikian rupa
sehingga anak mudah menjangkau atau mengambil yang diperlukan ?
5.
Adakah pengaturan tentang bagaimana mendapat
bantuan dari orang yang dibutuhkan dan bantual material ?
Salah satu
cara untuk melakukan individualisasi pengajaran ialah mengadakan pusat belajar (learning center). Dengan adanya
learning center, anak terlepas dari situasi belajar mengajar atas pilihan
sendiri. Karena itu ruangan perlu dibagi menjadi beberapa learning center guna
memungkinkan anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan belajar mengajar.
PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL
(PPI ATAU IEP) :
a Pengertian
Program Pendidikan Individual (PPI) merupakan terjemahan
dari Individualized Education Program
(IEP), yakni suatu program pendidikan yang disusun untuk setiap anak luar
biasa. Dapat berupa rencana jangka panjang maupun pendek. Cangkupan PPI jauh
lebih luas dibandingkan Program Individualisasi Pengajaran , karena PPI tidak
hanya mencakup kurikulum bagi siswa ,tetapi juga penempatan, lembaga-lembaga
terkait dalam pendidikan murid tersebut, serta aspek lain yang terkait.
Menurut
Hallahan dan Daniel P. (1991: 25-26) menjelaskan bahwa :
“PPI ini disiapkan untuk setiap murid luar
biasa.Programnya harus merumuskan tingkat kemampuan murid saat ini, tujuan
jangka panjang dan jangka pendek, pelayanan yang diberikan dan rencana untuk
memulai dan mengevaluasi pelayanan tersebut. Disamping itu PPI menguraikan apa
yang direncanakan guru untuk memenuhi kebutuhan murid yang berkelainan dan
perencanaan itu harus disetujui oleh orang tua atau wali murid”
Idealnya semua
murid khususnya yang berkelainan fisik dan/ mental dilayani dengan PPI karena
pada dasarnya setiap murid luar biasa mempunyai kebutuhan pendidikan yang
berbeda. Namun pada kenyataannya PPI terutama diperuntukkan bagi murid berkelainan pada tingkat ringan sedang
dan parah.
Hallahan
( 1991:30) menjelaskan dengan lebih terinci bahwa PPI merupakan :
“Perjanjian antara orang tua dan sekolah
yang berisi pelayanan yang diberikan kepada murid dengan memperlihatkan
ketentuan-ketentuan berikut ini, yakni :
1.
Tingkat
kemampuan akademik murid pada saat sekarang
2.
Tujuan
tahunan untuk tiap murid
3.
Kaitan
antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang
4.
Hubungan
antara pendidikan khusus dan pelayanan yang diberikan serta memberikan
kesempatan kepada tiap anak yang berhasil untuk ikut serta dalam program pendidikan
umum
5.
Rencana
untuk memulai pelayanan dan mengantisipasi lamanya pelayanan , dan
6.
Prosedur
evaluasi untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan program”.
KEGUNAAN PPI ,
adalah untukmenjamin bahwa tiap murid luar biasa di SLB maupun di sekolah umum
memiliki suatu program yang diindividualisasikan untuk mempertemukan kebutuhan
– kebutuhan khas yang dimiliki murid dan mengkomunikasikan prohram tersebut
kepada orang orang yang berkepentingan
dalam bentuk suatu program yang sistematis. Program ini juga dapat membantu
para guru untuk mengadopsikan program umum dan atau program khusus bagi anak
luar biasa yang bertolak atas kekuatan, kelemahan, dan minat anak.
b. Asumsi
Dasar Pengelolaan PPI atau IEP
Snell (1986:11)
mengemukakan bahwa pengembangan PPI untuk anak tunagrahita sedang dan ringan
dilandasi oleh asumsi dasar berikut :
1.
Proses balajar anak tunagrahita yang berlangsung
lamban sehingga memerlukan waktu yang lama dalam belajar.
2.
Sekolah bertanggung jawab untuk mengajarkan
keterampilan fungsional yang diperlukan untuk memaksimalkan kemandirian anak.
3.
Guna menghasilkan dampak pengajaran yang
maksimal pada diri anak, perlu selalu berinteraksi dengan orang tua anak.
4.
Prinsip modifikasi perilaku dapat diterapkan
secara umum bagi anak tunagrahita berat.
5.
Acuan normal dan alat alat penilaian yang baku
sangat sedikit kesulitannya untuk anak tunagrahita berat.
6.
Validasi tujuan, prosedur, dan dampak pengajaran
bagi anak tunagrahita perlu dilakukan melalui medium social.
c. Pengembangan
PPI atau IEP
Proses
pengembangan PPI cukup kompleks, di Amerika orang tua siswa dilibatkan sejak
awal dalam pengembangan PPI, kemudian pertemuan anggota komite.
Cakupan PPI sangat luas dan
kurikulum hanya merupakan satu porsi dari PPI, karena kurikulum menjaddi fokus
utama pembaharuan ini.
Pengembangan PPI
mempersyaratkan :
1.
Mendeskripsikan kemampuan siswa dalam berbagai
bidang
2.
Menetapkan tujuan tahapan dan tujuan khusus yang
akan dicapai siswa.
3.
Menentukan cara untuk mengukur kemajuan yang
dibuat siswa
4.
Menentukan ranah kurikulum yang akan menjadi
tekanan
5.
Menetapkan strategi untuk mengajarkan
ketrampilan sesuai dengan ranah kurikulum yang ditekankan.
d. Format
PPI
Dengan berpegang pada hakikat dan rambu rambu pengembangan PPI, para
guru diharapkan dapat mengembangkan satu model program pengajaran PPI yang
praktis.
Langkah pertama yang perlu ditempuh adalah mengembangkan yang kira-kira
sesuai, kemudian baru mengembangkan komponennya. Namun sekali lagi perlu
diingat bahwa format bukanlah suatu hal yang mengikat, tetapi satu kerangka
acuan yang memudahkan guru menuangkan gagasan.
Sebagai acuan perlu diingat bahwa sebuah PPI antara lain mengaandung
komponen identitas siswa, tingkat kemampuan nya saat ini, tujuan jangka
panjang, tujuan jangka pendek, ranah kurikulum yang menjadi penekanan utama,
strategi pembelajarannya serta alat untuk mengukur kemampuan yang dibuat.
Komponen komponen lainnya dapat ditambahkan sesuai dengan program yang dibuat.
Prof.Drs.H.Moh.Amin,Dipl.H.P(1995).Ortopedagogik Anak Tunagrahita.Bandung
7 komentar:
terimakasih.. blog yang menarik dan bermanfaat
secara singkat, bagaimana seharusnya pembelajaran yang baik dan simple bagi mereka kakak ? soalnya kita sendiri tahu, bahwa IQ mereka saja rendah . ditunggu jwbnnya :D
lutfiyana aji : terima kasih atas kunjungan dan komentar anda :)
winda eka : disesuaikan pada peminatan anak lalu dikembangan agar hal yang diminati itu dapat terasah dan menjadi kebangaan anak tsb sehingga timbul motivasi internal untuk setidaknya mau belajar :)
Terima kasih postingannya kak, sangat bermanfaat untuk referensi tugas saya. :)
Posting Komentar