ASESMEN
Tindakan atau kegiatan asesmen merupakan tindak lanjut dari
kegiatan deteksi yang telah dilaksanakan. Perlunya asesmen dalam pendidikan anak tunagrahita didasari oleh beberapa
pertimbangan sebagai berikut:
Hasil
Deteksi
Pada kegiatan
deteksi hanya semata-mata berusaha menemukan atau menelusuri keadaan
perkembangan anak sehingga akhirnya dapat diduga bahwa anak tersebut
tunagrahita. Dengan demikian, dalam kegiatan deteksi tidak dibicarakan mengenai
tindak lanjut atau bagaimna pelaksanaan pengajarannya.
Keadaan
Anak Tunagrahita
Keterbatasan
kecerdasan sedimikian rupa yang dimiliki anak tunagrahita, menyebabkan mereka
memerlukan pelayanan dan program pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya.
Kemampuan anak tunagrahita dapat diketahui dengan memberikan tugas/kegiatan
yang telah ditemukan melalui kegiatan deteksi.
Perbedaan
Individual
Anak
tunagrahita memiliki perbedaan-perbedaan individu, baik yang berupa perbedaan inter
individual maupun perbedaan intra individual.
·
Inter
Individual, yaitu perbedaan kemampuan anak tunagrahita dengan
temannya walaupun mereka berada pada tingkat ketunagrahitaan yang sama. Contoh:
kepada dua orang anak tunagrahita ringan diberikan pelajaran berhitung dengan
materi yang sama, ternya kedua anak tunagrahita tersebut tidak sama
kecepatannya dalam menyelesaikan tugas, yang satu lebih cepat dari yang lain,
sehingga ada perbedaan materi berhitung bagi masing-masing anak tersebut.
·
Intra
Individual, yaitu perbedaan kemampuan pada diri anak
tunagrahita itu sendiri. Dia memiliki kemampuan dalam satu bidang tertentu,
akan tetapi tidak mampu dalam bidang yang lainnya. Contoh: seorang anak
tunagrahita memiliki kemampuan yang baik dalam membaca, akan tetapi dalam
pelajaran berhitung ia mengalami kesulitan yang tergolong berat.
1.
Pengertian
Asesmen
Istilah asesmen berasal
dari Bahasa Inggris yaitu assement yang
berarti penilaian suatu keadaan. Jadi asesmen anak tunagrahita adalah penilaian
kemampuan anak tunagrahita. Penilaian yang dimaksud dalam hal ini berbeda
dengan evaluasi. Jika evaluasi dilaksanakan setelah anak itu belajar dan
bertujuan untuk menilai keberhasilan anak dalam pelajaran; maka asesmen tidak
demikian. Dalam asesmen penilaian dilakukan pada saat anak belum di berikan
pelajaran setelah dari hasil deteksi ditemukan bahwa ia diperkirakan
tunagrahita, dan/atau sementara belajar untuk menentukan program selanjutnya.
Asesmen bukan pula tes, akan tetapi tes merupakan bagian dari asesmen. Sejalan
dengan itu, Mulliken & Buckley (1983) mendefinisikan asesmen sebgai berikut
:
Assessment refers to the gathering
of relevant information to help an individual make decisions. Assessment in
educational setting is a multipaceted process that involves for more than the
administration of a test.
Dari
uraian diatas jelaslah bahwa asesmen merupakan usaha untuk menghimpun informasi
yang relevan guna memahami atau menentukan keadaan individu. Dalam bidang
pendidikan asesmen merupakan berbagai proses yang rumit untuk lebih melengkapi
hasil tes.
2.
Tujuan
Asesmen
Tujuan
dilakukannya asesmen berkaitan erat dengan waktu mengadakannya. Berikut ini
akan diuraikan mengenai waktu pelasanaan asesmen.
a.
Asesmen
yang dilakukan setelah deteksi
Kegiatan
asesmen ini dilaksanakan setelah anak tunagrahita ditemukan, dengan demikian
tujuan asesmen ini adalah:
1)
Untuk menyaring kemamuan anak
tunagrahita
Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan anak dalam setiap aspek. Misalnya,
bagaimana kemampuan bahasanya, kemampuan kognitifnya, kemampuan gerak, dan
kemampuan penyesuain dirinya.
2)
Untuk keperluan pengklasifikasian,
penempatan, dan penentuan program pendidikan anak tunagrahita. Setelah diadakan
penyaringan maka dapat diperkirakan apakah anak tersebut tersebut termasuk ke
dalam anak tunagrahita ringan, sedang, atau berat. Pengambilan kesimpulan dan penetapannya
sudah barang tetntu harus didukung oleh data yang jelas. Pengklasifikasian ini
erat kaitannya dengan usaha penempatan. Hal ini penting sebab anak tunagrahita
yang tergolong ringan bila di tempatkan bersama-sama dengan anak tunagrahita
yang tergolong berat sudah tentu akan menyulitkan pengelola pendidikannnya,
sebab perbedaan kemampuan diantara mereka amat berbeda
3)
Untuk menentukan arah dan kebutuhan
pendididkan anak tunagrahita. Arah/tujuan pendidikan anak tunagrahita pada
dasarnya sama dengan tujuan pendidikan pada umumnya. Hanya saja, mengingat
kemampuan anak tunagrahita yang terbatas, maka perlu dirumuskan tujuan khusus
yang disesuaikan dengan berat-ringan ketunagrahitaannya. Dengan demikian,
keluasan dan kedalaman tujuan pendidikan bagi mereka sangat erat kaitannya
dengan dengan tingkat ketunagrahitaan. Oleh karena tujuan pendidikan bagi anak
tunagrahita ringan akan berbeda dengan tujuan pendidikan anak tunagrahita
sedang maupun tunagrahita berat, maka
perumusan tujuan untuk masing-masing tingkat ketunagrahitaan sangat diperlukan
karena merupakan dasar pandangan atau acuan untuk menentukan arah ataupun
program pendidikannya.
4)
Untuk mengembangkan program pendidikan
yang individualisasikan atau biasa disebut juga IEP (individualized Educatioanl Program). Dengan data yang
diperoleh sebagai hasil asesmen dapatlah diketahui kemampuan dan ketakmampuan
anak tunagrahita. Kemampuan-kemampuan itu menjadi dasar untuk
mengembangkankemampuan berikutnya. Akibat dari pengembangan program yang
didasarkan pada hasil asesmen, maka muncullah rumusan program yang disesuaikan
dengan kemampuan setiap anak.
5)
Untuk menentukan strategi, lingkungan
belajar, dan evaluasi pengajaran. Sama halnya dengan IEP bahwa dengan melihat
hasil asesmen dapat ditentukan model strategi, lingkungan belajar, evaluasi,
maupun tindak lanjut pembelajaran.
Contoh
a)
Strategi Pengajaran
Strategi pengajaran klasikal kurang
sesuai bila diterapkan pada kelas anak tunagrahita terutama jika mengajarkan
bidang-bidang yang membutuhkan konsentrasi atau pembahasan tentang
konsep-konsep.
Sebaliknya strategi tersebut sesuai
bila digunakan dalam mengajarkan hal-hal yang sifatny rekreatif misalnya
pelajaran seni suara.
b)
Pengaturan Lingkungan Belajar
Pengaturan lingkungan belajar baik
berupa lingkungan fisik maupun lingkungan suasana harus disesuaikan dengan
keadaan anak tunagrahita. Lingkunag fisik meliputi: pengaturan meja dan kursi,
lemari, papan tulis, maupun gambar-gambar. Biasanya pengaturan hal-hal tersebut
untuk kelas anak kecil yang tingkat ketunagrahitaannya ringan berbeda dengan
untuk kelas anak yang tingkat ketunagrahitaannya sedang dan berat. Lingkungan
suasana meliputi: peraturan-peraturan, suaar guru dalam mengajar, situasi
lingkungan dan sebagainya.
c)
Evaluasi
Baik bentuk, waktu pelaksanaan,
maupun pencatatan dan pelaporan hasil evaluasi sudang barang tentu harus
dirumuskan sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan anak. Pada anak tunagrahita
ringan umumnya dapat dihadapkan pada bentuk soal tertulis dan lisan, akan
tetapi anak tunagrahita sedang atau berat sebaiknya diberikan dalam bentuk
perbuatan.
b. Asesmen pada saat dan setelah diberi pelajaran
Asesmen yang dilaksanakan pada saat
dan setelah anak tunagrahita diberi pelajaran diperlukan untuk maksud
merencanakan program selanjutnya.
Adapun tujuan asesmen adalah:
1)
Agar guru mendapat informasi tentang
keberhasilan dan kegagaln mengajar, serta kemajuan dan kesulitan belajar siswa
2)
Agar guru dapat memilih dan menentukan
program, evaluasi, dan strategi belajar mengajar, serta pengaturan lingkungan
belajar.
3)
Agar guru dapat melakukan diagnosa,
melaksanakan remedial teaching, dan memberikan tindak lanjut pelajaran
3. Ruang Lingkup Asesmen
Dengan
memperhatikan tujuan asesmen sebagaimana diuraikan diatas, maka raung lingkup
asesmen dapat dikelompokan sebagai berikut:
a.
Ruang
lingkup asesmen yang di berikan sebelum anak mengikuti pelajaran.
1)
Kemampuan
menolong diri, meliputi: makan-minum, berpakain dan
merias diri, menjaga kebersihan (merawat) diri, keselamatan diri, dan orientasi
lingkungan.
2)
Kemampuan
psikomotor, meliputi: gerak motorik kasar-halus,
membangun bentuk, melipat, menggunting, menggambar, menempel, dan sebagainya.
3)
Perkembangan
sosial emosional, meliputi: bereaksi terhadap rangsangan
dari luar, menyesuaikan diri pada situasi, bermain bersama, partisipasi dalam
kegiatan, melaksanakan perintah, sikap percaya diri, dan sebagainnya.
4)
Perkembangan
bahasa, meliputi: bicara, pembendaharaan kata, menulis,
menggambar dan sebagainya.
5)
perkembangan
kognitif, meliputi: pengertian tentang ukuran, jumlah, bentuk,
inisiatif, melaksanakan perintah, orientasi ruang san sebagainnya.
b.
Ruang lingkup asesmen pada saat anak telah
belajar di kelas
Setelah
anak tunagrahita mengikuti pelajaran, ruang lingkup asesmen meliputi penilaian
untuk menentukan apa yang harus di ajarkan kepada siswa secara individu, dan
penilaian untuk menentukan cara guru dalam mengajar siswa untuk mencapai
kemajuan yang optimal.
4.
Metode
asesmen
Metode atau cara yang dapat digunaakn dalam melaksanakan
asesmen antara lain:
a. Observasi, pengamatan
yang dilakukan terhadap cara belajar siswa, tingkah laku yang muncul pada saat
siswa belajar, dan lain-lain.
b. Tes atau
evaluasi hasil belajar, diperoleh
dengan cara memberikan tes pada setiap bidang pelajaran.
c. Wawancara, dilakukan
terhadap orang tua, atau keluarga, dan siswa.
Sedangkan alat yang digunakan untuk mengolah
data yang di peroleh melalui metode diatas adalah:
a. Checklist, yaitu
memberikan tanda pada bagian-bagian yang telah ditentukan pada pedoman sesuai
dengan kemampuan anak.
b. Skala nilai, yaitu
bentuk penilaian yang mengarah pada kemampuan atau prestasi belajar siswa.
Adapaun bentuk pelaporan hasil
asesmen dapat berupa
a. Grafik, yaitu
menggambarkan posisi setiap siswa dalam tiap-tiap bidang pengajaran
b. Data kualitatif, yaitu
deskripsi singkat tentang kemampuan siswa dalam tiap-tiap bidang pengajaran.
c. Data kuantitatif, yaitu
data berupa angka. Supaya tidak menyesatkan, khusus bagi anak tunagrahita data
kuantitatif ini hendaknya selalu diiringi dengan data kualitatif
5.
Pelaksanaan
Asesmen
Pembahasan
berikut in lebih diarahkan kepada pelaksanaan asesmen setelah anak tunagrahita berada
di dalam kelas ( setelah anak belajar). Sebagaimana telah dijelaskan di atas
mengenai ruang lingkup, asesmen menentukan apa yang akan diajarkan kepada siswa
secara individu, dan bagaimana cara guru mengajar anak sehingga memperoleh
kemajuan yang optimal.
a.
Asesmen untuk menentukan apa yang harus
di ajarkan kepada siswa secara individu
Pada hakekatnya guru mempunyai tugas untuk
membantu individu agar dapat belajar secara baik dan memperoleh hasil yang
optimal (sesuai dengan kemampuannya). Oleh karena itu, dalam merencanakan
program pengajaran guru hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan yang
dimiliki anak baik yang bersifat inter individual maupun intra indvidual. Hal
ini sangat penting terutama bagi anak tunagrahita, yang sifat perbedaan
individual sangat nampak.
Untuk menentukan apa yang harus di ajarkan kepada
siswa secara individu, ada beberapa langkah/urutan yang harus di perhatikan.
Marcer & Marcer
(1993 : 38) menyaran langkah sebagai berikut
1. Determine
scope and sequence of skill to be taught.
2. Decide
what behavior to assess.
3. Select
an evaluation activity.
4. Administer
the evaluation service.
5. Record
the student’s performance.
6. Determine
specific short and long range instructional objectives.
Pelaksanaan
langkah/urutan kegiatan tersebut dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini.
Pertama,
menentukan
scope (bidang) dan urutan keterampilan yang akan diajarkan. Untuk melaksanakan
hal ini dengan efektif, maka guru harus memahami tingkatan kemampuan siswa
dalam bidang-bidang pengajaran tertentu. Hal ini perlu dilakukan mengingat
kemampuan antara siswa yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Guru
biasanya dapat mengetahui dengan jelas keterampilan-keterampilan yang telah
dikuasai oleh siswa dan keterampilan yang perlu dikuasainya. Melalui analisis
tugas, biasanya guru dapat mengidentifikasikan keterampilan siswa sampai kepada
bagian-bagian yang terkecil.
Kedua,
memilih
tingkah laku yang akan dinilai. Penilaian tingkah laku dimulai dari tingkat
yang paling global sampai pada tingkay yang paling spesifik. Tingkah laku
global yaitu penggradasian materi kurikulum yang melibatkan tingkah laku siswa
dalam rentang keterampilan yang luas. Misalnya dalam bidang membaca meliputi:
keterampilan mengenal huruf dan kata, pemahaman kata, dan mungkin pemahaman
wacana. Sedangkan tingkah laku yang spesifik mengacu pada penentuan secara
langsung tujuan pengajaran, misalnya: siswa perlu belajar bunyi vokal pendek.
Ketiga,
memilih
kegiatan evaluasi. Dalam hal ini guru perlu mempertimbangkan apakah kegiatan
itu untuk menilai rentang keterampilan atau untuk menilai keterampilan khusus.
Apabila penilaian tentang rentang keterampilan dibutuhkan maka hal itu umumnya
dilakukan tidak secara kontinyu (misalnya 2 kali dalam setahun). Akan tetapi
penilaian keterampilan khusus sebaiknya bersifat kontinyu, yang hasilnya dapat
digunakan untuk merencanakan pelajaran berikutnya.
Keempat,
pengadministrasian
alat evaluasi. Pengadministrasian alat evaluasi biasanya diperlukan untuk
penilaian awal. Kegiatan ini meliputi: identifikasi bidang masalah, pencatatan
pola-pola kesalahan, penilaian keterampilan tertentu. Setelah penilaian awal
dilaksanakan dan tujuan-tujuan pengajaran ditentukan, maka selanjutnya guru
juga perlu menentukan prosedur untuk memonitoring kemajuan.
Kelima,
pencatatan
penampilan siswa. Ada dua jenis penampilan siswa yang harus dicatat oleh guru,
yaitu penampilan pada pekerjaan sehari-hari yang biasanya dicatat dengan
aktivitas buatan guru; dan penguasaan keterampilan secara keseluruhan yang
biasanya dicatat dalam bagan-bagan atau format kemajuan setiap individu yang
telah disediakan untuk keperluannya tersebut.
Keenam,
penentuan
tujuan pengajaran khusus jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan yang baik
adalah tujuan yang dapat mengamati tingkah laku yang terjadi dan menggambarkan
kriteria penilaian yang berhasil. Contoh: tujuan jangka pendek, memberi materi
berupa huruf-huruf konsonan seperti: b,
c, d, f, g, dan seterusnya, siswa jangka panjang, memberikan materi berupa
rangkaian huruf vokal dan konsonan,
siswa dapat menyebutkan 90% fonem dengan benar. Dalam hal ini yang penting
adalah bahwa tujuan jangka pendek hendaknya langsung memeberukan kontribusi
terhadap pencapaian tujuan jangka panjang.
b. Asesmen
untuk menentukan bagaimana cara guru mengajar siswa untuk mencapai kemajuan
yang optimal
Kegiatan yang biasanya dilakukan untuk menentukan cara
pengajaran dalah mengidentifikasi bidang-bidang utama yang mendasari penilaian.
Bidang-bidang tersebut mencakup faktor harapan, peristiwa stimulus, faktor
respon, dan peristiwa berikutnya.
1)
Faktor harapan, mengacu pada orientasi
individu terhadap situasi belajar. Berbagai harapan yang dapat mempengaruhi
hasil belajar siswa dan tingkah lakunya adalah: harapan siswa, harapan guru,
harapan teman sebaya, dan harapan orang tua.
a)
Harapan
siswa. Dalam hal ini guru hendaknya mencari dan memiliki
informasi tentang berbagai harapn siswa dalam belajar. Informasi penting yang
harus diketahui guru adalah apakah siswa menunjukan harapan negatif? Kepada
siapa dan untuk apa reaksi negatif itu ditujukan? Apa alasan dinyatakannya
reaksi negatif tersebut? Informasi tersebut sangat bermanfaat dalam merencanakan
pengajaran. Sebagai contoh jika siswa tidak menyenangi pelajaran menyanyi
karena malu menyanyi di depan teman-temannya, maka guru mungkin menyediakan
situasi menyanyi satu-persatru secara individu atau berdua di temani seorang
temannya.
b)
Harapan
guru. Dalam hal ini guru harus mampu mengembangkan
persepsi-persepsi siswa untuk dijadikan umpan balik dalam menciptakan
harapan-harapan siswa. Jika guru berharap dan menerima lebih sedikit dari apa
yang sebenarnya dapat dilakukan siswa, maka harapan ini mungkin dapat
menghambat kemajuan belajar dan perkembangan sosial siswa.
c)
Harapan
teman sebaya. Melalui interaksi setiap hari antar
teman sekelas, siswa belajar untuk memandang diri mereka sendiri. Penerimaan
teman sebaya akan membantu anak memperoleh rasa percaya diri dan keyakinan yang
dapat membuat penampilan akademiknya lebih baik, penolakan teman sebaya dapat
mengakibatkan perasaan cemas dan ragu pada kemempuan dirinya. Archer &
Aegar (Marcer & Marcer, 1993 : 50) menyatakan bahwa: “The teacher must be aware of peer values, specially those relating to
academic achievment adan social behavior”. Maksudnya adalah bahwa guru
harus waspada terhadap nilai-nilai teman sebaya anak khususnya yang berkaitan
dengan prestasi akademik dan tingkah laku sosial.
d)
Harapan
orang tua. Orang tua memiliki peran dan pengaruh yang sangat
penting terhadap perkembangan anak, termasuk didalamnya perkembangan akademik
dan sosial. Sikap dan perlakuan orang tua banyak menentukan keberhasilan siswa
dalam belajar. Tuntutan orang tua yang terlalu tinggi akan menjadi beban bagi
anak dan dapat menimbulkan sikap putus
asa, rendah diri, dan sebagainya. Sebaliknya tuntutan yang terlalu rendah juga
akan membuat anak tidak termotivasi untuk berprestasi. Mengenai hal ini, Marcer
& Marcer (1993 : 50) mengemukakan bahwa jika orang tua menghargai dan
memberikan penguatan terhadap hasil belajar siswa, maka siswa cenderung untuk
termotivasi karena meraka mengerjakan pekerjaan rumah dan mendapatkan nilai
yang baik di sekolah. Dorongan orang tua seringkali menjadi faktor penentu
dalam mempertahankan motivasi dan prestasi siswa dalam belajar.
2)
Peristiwa stimulus, termasuk didalamnya
adalah perssiapan materi, metode pengajaran, dan latar ruang kelas yang
menimbulkan respon siswa. Guru hendaknya memiliki kemampuan untuk menciptakan
suasana yang dapat merangsang siswa untuk belajar lebih baik., misalnya apa
yang disenangi dan tidak disenangi oleh siswa. Informasi ini dapat diperoleh
guru baik melalui observasi langsung maupun tidak langsung.
3)
Faktor respon. Tugas yang diberikan guru
biasanya mendorong siswa untuk membuat respon gerak atau verbal, atau keduanya.
Memilih jenis respon untuk melakukan kegiatan pengajaran dapat menjadi sangat
penting bagi siswa. Beberapa siswa dapat berperan lebih baik bila responnya
melibatkan aspek motorik secara meluas (misalnya: menulis angka, menekan
tombol, menghubungkan titik-titik, dan sebagainya); yang laii lebih baik bila
melibatkan fungsi-fungsi respon verbal. Bila ada siswa yang menulis angka
dengan lamban atau bicara dengan cepat tanpa berfikir, maka kecendrungan respon
ini perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pengajaran.
4)
Peristiwa Berikutnya. Banyak bentuk
situasi posotif yang dapat dilakukan guru sebagai penguatan yang dapat
mempengaryhi tingkah laku siswa. Dalam hal ini guru mempunyai berbagai cara
untuk dapat menemukan apa yang dapat dijadikan penguatan bagi siswa. Hal
penting yang harus diingat adalah bahwa dalam memberikan penguatan, guru harus
mempertimbangkan waktu, jumlah, serta rasio penguatan tersebut. Sebagai contoh:
ada siswa yang membutuhkan penguatan segera untuk mempertahankan tingkah
lakunya, sedangkan siswa yang lain dapat mentolelir penundaan.
Faktor-faktor harapan,
peristiwa-peristiwa stimulus, jenis-jenis respon, dan peristiwa yang terjadi
berikutnya harus dipertimbangkan dalam hubungannya satu sama lain. Keempat
faktor tersebut sangat penting untuk dipertimbangkan secara bersamaan untuk
membuat strategi pengajaran yang memberikan fasilitas belajar terbaik.
Prof.Drs.H.Moh.Amin,Dipl.H.P(1995).Ortopedagogik Anak Tunagrahita.Bandung
Prof.Drs.H.Moh.Amin,Dipl.H.P(1995).Ortopedagogik Anak Tunagrahita.Bandung
0 komentar:
Posting Komentar